Subscribe:

Pages

Jumat, 21 Juli 2017

PERAN PSIKOTERAPI



Gunarsa (2007) mengatakan psikoterapi lahir pada pertengahan dan akhir abad yang lalu, dilihat secara etomologis mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jelas, yaitu “mind” atau sederhananya: jiwa dan “therapy” dari bahasa Yunani yang berarti  “merawat” atau “mengasuh”, sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek kejiwaan seseorang”. Perawatan melalui teknik psikoterapi adalah perawatan yang secara umum mempergunakan intervensi psikis dengan pendekatan psikologi terhadap pasien yang mengalami gangguan psikis atau hambatan kepribadian.
Psikoterapi sebagai terminologi umum dilakukan dengan berbagai metode dan teknik. Kegiatan psikoterapi terlihat, jika seseorang memiliki kompetensi ilmiah sebagai terapis, mengulang-ulang apa yang diucapkan klien atau pasien [Rogerian]: atau jika dari bidang-bidang berikut: fungsi kognitif [kelainan pada fungsi berpikir], fungsi afektif [penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan] atau fungsi perilaku [ketidaktepatan perilaku]; dengan terapis yang memiliki teori tentang asal-usul kepribadian, perkembangan, mempertahankan dan mengubah bersama-sama dengan beberapa metode perawatan yang mempunyai dasar teori dan profesinya diakui resmi untuk bertindak sebagai terapis (Gunarsa, 2007).
Terapi ini pun biasanya meliputi organobiologik, psikoedukatif, dan sosiokultural, sesuai konsep penyebab gangguan jiwa menurut paradigma psikiatri. Maka, pengobatan atau terapi gangguan jiwa tidak mesti, atau bukan hanya obat (psikofarma), tapi juga psikoterapi,, terapi perilaku, terapi kognitif, terapi realitas, terapi keluarga, terapi okupasional, dan lain-lain. Pengobatan atau terapi di bidang kesehatan jiwa seperti inilah yang disebut “pelayanan kesehatan jiwa”. Bila menyangkut berbagai lapisan masyarakat di luar Rumah Sakit/ Rumah Sakit Jiwa dan berbasis pada masyarakat disebut “pelayanan kesehatan jiwa masyarakat”. Karena, meliputi pemeriksaan fisik (somatik), selain psikis dan perilaku, yang akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, maka disebut “pelayanan kesehatan jiwa paripurna”. Idealisme yang menjadi “visi” seluruh Rumah Sakit Jiwa di Indonesia ini ironisnya hampir tidak pernah dijelaskan kepada masrakat umum (Wicaksana, 2008).
Menuru Isfandari, dkk (2012) mengemukakan bagaimana peran psikolog dalam pelayanan kesehata jiwa di Puskesmas? Dalam sistem kesehatan, pengakuan psikolog sebagai tenaga kesehatan merupakan hal baru seperti tercantum dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara SK Menpan No.Per/11/M.Pan/5/2008 tentang Jabatan Fungsional Psikologi Klinis dan Angka Kreditnya. Hasil wawancara dengan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) menyiratkan walau dirasakan ada kebutuhan, namun penempatan psikolog di puskemas belum dianggap penting dibanding dengan tenaga kesehatan lain yang sudah lebih dahulu diakui, seperti dokter, perawat, bidan, ahli gizi dan sanitarian. Dengan masih terbatasnya psikiater untuk diterjunkan hingga level puskesmas, Direktorat Kesehatan Jiwa Kemenkes mengharapkan psikolog dengan pendidikan setara magister strata 2 dapat berperan sejajar dengan dokter untuk melakukan diagnosis dan terapi gangguan mental emosional.


Uji coba penempatan psikolog di Puskesmas yang dimulai sejak tahun 2004 dirasakan sangat bermanfaat oleh rekan kerja mereka di puskesmas, yaitu kepala puskesmas, dokter, dan penanggung jawab program kesehatan masyarakat. Terungkap di wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah yang menyatakan layanan psikolog di puskesmas sangat membantu kegiatan puskesmas di dalam gedung dan luar gedung. Awalnya penempatan psikolog bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan jiwa puskesmas di masyarakat, melakukan deteksi dini adanya masalah gangguan emosional, namun dalam kenyataannya mereka melakukan peran lebih. Para psikolog memberikan pelayanan bersama dengan dokter di poli umum untuk menangani penyakit kronis, psikosomatis. Pelayanan psikologi diberikan melalui pelayanan kesehatan reproduksi, dimulai dengan konsultasi calon pengantin (catin) agar mempersiapkan diri secara matang menjelang pernikahan. Program layanan catin merupakan salah satu upaya untuk menjangkau kalangan remaja sebagai target, terutama terkait dengan program pencegahan HIV/AIDS, dan infeksi menular seksual. Di samping pelayanan dalam gedung, psikolog juga memberikan pelayanan di luar gedung, berupa kegiatan promotif dan preventif yaitu penyuluhan kesehatan reproduksi.
Peserta diskusi kelompok menyatakan manfaat keberadaan psikolog di Puskesmas. Mereka memberi informasi bahkan program ini telah diimplementasi di kota Yogyakarta. Diskusi kelompok dengan Psikolog menyatakan selain memberi pelayanan kesehatan jiwa, mereka membantu mengintegrasikan kegiatan secara holistik, sehingga mereka merasa peran manajerial mereka lebih menonjol. Namun dalam pemaparan hasil awal kajian penelitian di Kemkes, Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa mengungkapkan harapan agar tugas utama psikolog klinis sebagai rekan kerja dokter. Tidak hanya menangani kasus ‘ringan’, menerima rujukan dokter, tetapi mampu melakukan diagnosa dan terapi pasien gangguan emosional. Saat ini protokol tetap (protap) yang disepakati adalah untuk kasus-kasus tertentu dokter wajib merujuk ke psikolog untuk dilakukan pemeriksaan lebih dalam. Selanjutnya psikolog akan merujuk balik ke dokter.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, profesionalisme psikolog yang bersedia mendengarkan pasien, melakukan analisis membantu pasien merasa nyaman. Beliau menyatakan walaupun psikolog dirasa bermanfaat, diperlukan pembekalan lebih banyak kepada psikolog yang akan ditugaskan di puskesmas. Materi prioritas yang wajib diberikan adalah pemahaman lingkungan dan atmosfer kerja puskesmas serta penyakit menular. Disarankan agar materi pelayanan dasar Puskesmas dimasukkan dalam kurikulum pendidikan di Fakultas Psikologi.
“Dokter terbatas, kurang banyak mendengar. Sedangkan psikolog dididik untuk mendengar, menganalisis kasus puskesmas yang 50% tidak fisik, tapi lebih stressor. Provider medis tidak ada waktu untuk mengopeni.” (pernyataan Sekretaris Daerah saat wawancara mendalam)


Psikolog membantu penanganan kasus psikologis karena petugas puskesmas kurang memahami bidang ini, walaupun telah mendapat pelatihan dari Depkes. Pernyataan Kepala Dinas Kesehatan dalam wawancara mendalam menyampaikan alasan diperlukannya psikolog dalam pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas.
Menurut Setio (1997) psikoterapi memiliki beberapa tujuan, di antaranya:
a.    Perawatan akut (intervensi krisis dan stabilisasi)
b.    Rehabilitasi (memperbaiki gangguan perilaku berat)
c.    Pemeliharaan (pencegahan keadaan memburuk jangka panjang)
d.   Restrukturisasi (meningkatkan perubahan yang terus-menerus pada pasien)


Menurut Setio (1997) terdapat cara memilih psikoterapi yang sesuai, yaitu:
a.    Pendahuluan
Pemilihan terapi yang sesuai tidak hanya didasarkan pada diagnosis. Beberapa faktor di samping diagnosis, perlu dipertimbangkan dengan saksama. Masalah pasien perlu dipandang dalam konteks kemungkinan penyakit mental berdasarkan biologis dan dunai intrapsikisnya, gaya kepribadian, kesukaran perilaku, dan faktor sosiokultural. Jadi, dua individu dengan kategori yang sama pada seluruk aksis DSM III-R dapat merupakan orang yang sama sekali berbeda dan memerlukan intervensi terapeutik yang berbeda.
b.    Konseptualisasi masalah
Penilaian harus mempunyai tinjauan menyeluruh mengenai berbagai tingkat realitas yang mempengaruhi pasien.
c.    Masalah yang dihadapi
Pasien dapat ditemukan dengan sejumlah gejala uama. Lazare (1976) mencatat beberapa gejala sebagai berikut: permohonan administratif, penjelasan saran, memilih masyarakat, pengakuan, kontrol, penentuan batas, keahlian medis dan psikologik, psikoterapi, intervensi sosial, kontak realitas, dan memberi pertolongan.
d.   Karakteristik pasien
Karakteristik kepribadian relevan dengan bentuk terapi yang merupakan indikasi.
e.    Bagaimana memutuskan intervensi terapeutik mana yang digunakan
Psikoterapi merupakan hubungan ditambah satu kombinasi teknik dari intervensi psikodinamik hingga psikofarmakologik. Karena psikoterapis dari berbagai kelompok terapi menjadi lebih berpengalaman, apa yang sebenarnya mereka lakukan dalam terapi menjadi semakin mirip. Kombinasi terapi dapat menjadi lebih efektif dibanding ketaatan pada salah satu kelompok atau kelompok lainnya.

Menurut Setio (1997) terdapat beberapa teknik psikoterapi, di antaranya:
a.    Eksploratoar
Meliputi terapi berorientasi psikodinamika, psikoanalisis, hipoanalisis, dan khayalan terpimpin.
b.    Direktif
Meliputi umpan balik bio kognitif dan rasioemotif, desensitisasi, dan terapi realitas.
c.    Eksperiensial
Meliputi eksistensial, berpusat klien, konfigurasi keseluruhan persepsi, terapi Zen, psikodrama, dan terapi seni.
d.   Suportif
Meliputi prosedur advis, pujian, memberikan keyakinan, peminjaman ego, dan penentuan limit.


DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, S. D. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Isfandari, S., Rahmawati, T., Siahaan, S., Roosihermiatie, B., Abbas, I., Afiatin, T., et al. (2012). Evaluasi penempatan psikolog dalam pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas kabupaten sleman, yogyakarta, indonesia, 2011. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 15, 354-359.
Setio, M. (1997). Buku saku psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Wicaksana, I. (2008). Mereka bilang aku sakit jiwa: Refleksi kasus-kasus psikiatri dan problematika kesehatan jiwa di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates